Di Bawah Keberuntungan Ular Menelusuri Pecinan Glodok
Jakarta menyambut Tahun Ular dengan perayaan yang semarak, yang mencerminkan kekayaan warisan budaya kota dan semangat pembaruannya yang terus berkembang

Tradisi di Glodok
Glodok, Pecinan bersejarah di Jakarta, ramai dengan aktivitas seiring dengan berlangsungnya Tahun Ular.
Dalam rangka menyambut Tahun Baru Imlek 2576 Kongzili, atau Tahun Baru Imlek 2025, cahaya hangat lentera merah melengkapi cahaya keemasan lilin di luar kuil, menerangi jalanan yang ramai.
Para pedagang dengan lantang mempromosikan barang dagangan mereka, menawarkan berbagai barang mulai dari jeruk mandarin impor hingga nian gao, atau “kue keranjang”, yang ditata dengan cermat dalam berbagai bungkus.
Kios-kios dipenuhi dengan bunga Sakura merah muda, lentera merah yang berkilauan, dan tumpukan amplop ang pao yang diukir dengan rumit dalam warna emas dan merah tua, dihiasi dengan simbol-simbol keberuntungan seperti naga dan koin.
Bagi banyak keluarga, tradisi Glodok sama pentingnya dengan perayaan Imlek itu sendiri. Restoran seperti Angke (didirikan tahun 1965), Sun City (2007), dan Eka Ria (1972), telah menjadi ikon perayaan ini.

Keluarga berkumpul untuk makan bersama sebelum Malam Tahun Baru (Sembahyang Sinbeng Naik), berbagi hidangan seperti Mun Haisom (teripang yang direbus dengan ayam) dan Ayam Garam (ayam kukus asin) di Angke, atau hakau (pangsit udang) dan chongfan (nasi gulung kukus) di Sun City.
Pada Hari Tahun Baru, tradisi ini sering kali berlanjut dengan makan siang yang lezat setelah salat subuh, mungkin dengan menikmati burung dara goreng Eka Ria yang terkenal, hidangan yang tidak pernah gagal untuk memuaskan.
TERKAIT: Tết di Vietnam: Perayaan Budaya yang Tiada Duanya di Tahun Baru Imlek
Simbolisme Ular
Dalam budaya Tionghoa, shio ular melambangkan transformasi, menanggalkan kulit lamanya untuk tumbuh kembali-sebuah pembaharuan yang mendalam yang tercermin dalam Tahun Ular. Tahun ini menekankan pada adaptasi dan pertumbuhan pribadi, dengan Ular Kayu yang melambangkan optimisme dan ketangguhan di tengah-tengah tantangan.
Seperti yang diuraikan oleh Master Feng Shui Ken Koh dalam laporan Maybank Research Pte Ltd, sifat Kayu Yin melambangkan fleksibilitas, sementara elemen Api menandakan harapan dan tekad. Api melambangkan optimisme, pertumbuhan, dan kekuatan ekonomi.
“Asia Tenggara akan sangat diuntungkan, dengan kembalinya kemakmuran ke Asia, yang akan mendorong kesuksesan di seluruh kawasan,” tambahnya.
Ketika mal berlomba-lomba untuk saling mengalahkan satu sama lain dengan dekorasi yang rumit, hotel dan restoran menawarkan menu spesial Tahun Baru Imlek. Langham Jakarta, T’ang Court menampilkan menu 8 hidangan yang menampilkan Poon Choi, Abalon 2 kepala dari Australia, yang dipasangkan dengan wine edisi terbatas dari Penfolds.

Sementara itu, Li Feng di Mandarin Oriental Jakarta menawarkan hidangan mewah yang dibuat oleh koki berbintang Michelin. Di luar pengalaman mewah ini, hubungan dengan tradisi menemukan jangkar spiritualnya di Vihara Dharma Jaya Toasebio, salah satu vihara tertua di Glodok.
Terletak 500 meter dari jalan utama Gajah Mada yang sedang berkembang dan pembangunan jalur MRT Jakarta Fase 2A yang menghubungkan daerah Glodok dan Kota, klenteng ini berdiri sebagai mercusuar pelestarian budaya dan spiritual.
Saatnya pembaharuan dan persatuan
“Setiap Imlek, kami mempersiapkan klenteng untuk memastikan klenteng siap menyambut para jemaah yang mencari berkah untuk kesehatan, kemakmuran, dan kebahagiaan,” jelas salah satu pengurus klenteng.
Persiapan dimulai berminggu-minggu sebelumnya, melibatkan pembersihan dan dekorasi altar, pengaturan persembahan yang cermat, dan penjadwalan ritual.
Menurut program kelenteng, perayaan dimulai pada 22 Januari dengan sembahyang Sembahyang Sin Beng menjelang tengah malam, diikuti dengan tarian Barongsai yang semarak dan pertemuan komunitas.

Perayaan berlanjut dengan Sembahyang Sinbeng Turun pada tanggal 31 Januari dan Sembahyang Tebu(Tikong Sejit) pada tanggal 5 Februari, yang menandai momen-momen penting dalam pengabdian.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, makanan adalah komponen utama dari Imlek. Di antara sekian banyak makanan lezat, nastar-kue nanas-memiliki tempat khusus di rumah. Dalam bahasa Hokkien,“ong lai” berarti nanas, yang berarti “kemakmuran telah tiba,” yang menjelaskan mengapa nastar melambangkan keberuntungan dan kelimpahan.
Simbol-simbol manis
Sajian tradisional lainnya seperti kue lapis legit, makanan khas Indonesia-Belanda yang melambangkan kemakmuran berlapis-lapis, juga dibagikan untuk mewujudkan kelimpahan dan keberkahan yang diwakili oleh Imlek.
Tradisi kuliner ini berlanjut hingga perayaan Cap Go Meh, yang tahun ini diselenggarakan pada tanggal 11 dan 12 Februari, menampilkan pertunjukan Barongsai yang semarak, sesi karaoke, dan hidangan meriah seperti Lontong Cap Go Meh (kue beras panjang yang dipadatkan dan disajikan dengan berbagai lauk dan bumbu), yang menyatukan keluarga untuk menutup Tahun Baru Imlek dengan penuh sukacita dan kebersamaan.
Tidaklah lengkap untuk mengeksplorasi perayaan Imlek di Indonesia secara menyeluruh tanpa mengetahui bagaimana tradisi ini telah berevolusi lebih jauh untuk memadukan kebiasaan tradisional dengan inovasi modern, terutama dalam hal fashion.
Desainer ternama Indonesia, Sebastian Gunawan, mencontohkan perpaduan ini melalui karyanya, yang menghormati warisan budaya sekaligus merangkul estetika kontemporer.

Koleksi terbarunya, Gǎi Shàn, merefleksikan tema transformasi dan peningkatan berkelanjutan, menampilkan busana pria yang memadukan elemen tradisional dengan kepekaan modern. Menampilkan kerah cheongsam yang halus dan palet warna putih, hitam, dan merah muda salmon, mewujudkan perayaan nilai-nilai budaya, inovasi, dan keindahan yang abadi.
Di negara yang beragam seperti Indonesia, Imlek lebih dari sekadar hari libur-ini adalah saat di mana tradisi keluarga dan awal yang baru terbentuk, bahkan ketika lampion meredup dan perayaan berakhir.
Baik dirayakan dengan kemewahan di pesta besar atau dalam kehangatan pertemuan di rumah, Imlek adalah pengingat mendalam akan hubungan dan kesinambungan.

Secara retrospektif, Imlek secara resmi diakui sebagai hari libur nasional pada tahun 2003 pada masa kepresidenan Megawati Soekarnoputri, tonggak sejarah ini mencerminkan ketekunan komunitas Tionghoa-Indonesia dalam melestarikan tradisi dan identitas mereka. Perayaan ini juga menjadi simbol keberagaman dan toleransi yang dirayakan oleh seluruh bangsa Indonesia.
Dari jalanan Glodok yang semarak hingga reuni keluarga yang akrab, Imlek di Indonesia menunjukkan ketangguhan dan kemampuan beradaptasi dari sebuah komunitas yang terus tumbuh lebih kuat, mewujudkan ketahanan dan semangat kebersamaan.
Fotografi Sebastian Gunawan dan Billy Saputra